Teladan Salaf dalam Memaafkan
Teladan Salaf dalam Memaafkan adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Al-Bayan Min Qashashil Qur’an. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Senin, 25 Sya’ban 1446 H / 24 Februari 2025 M.
Kajian Tentang Teladan Salaf dalam Memaafkan
Pada kajian ini, kita melanjutkan pembahasan faedah dari kisah Nabi Yusuf ‘Alaihis Salaam. Kita masih berbicara tentang faedah yang kedua, yaitu memaafkan kesalahan orang lain, khususnya memaafkan ketika kita mampu membalas.
Pada kesempatan sebelumnya, kita telah membahas bagaimana akhlak Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam memaafkan orang-orang yang berbuat salah terhadap beliau.
Kini, kita akan lanjutkan dengan contoh dari para sahabat dan kaum salaf dalam memaafkan manusia meskipun mereka memiliki kemampuan untuk membalas.
Bagi yang memiliki kitabnya, silakan buka halaman 391. Dalam kitab ini, penulis rahimahullah menyebutkan:
“Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mendidik para sahabat beliau untuk menahan amarah, memaafkan manusia ketika mampu membalas, serta membalas keburukan dengan kebaikan. Mereka adalah sebaik-baik orang yang belajar dari madrasah kenabian.”
Di antara contoh dari sikap ini adalah Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, beliau berkata:
أَنَّ عُيَيْنَةَ بْنَ حِصْنِ بْنِ حُذَيْفَةَ قَدِمَ عَلَى ابْنِ أَخِيهِ الْحُرِّ بْنِ قَيْسٍ وَكَانَ مِنَ النَّفَرِ الَّذِينَ يُدْنِيهِمْ عُمَرُ
“Uyainah bin Hisn bin Hudzaifah datang menemui keponakannya, Al-Hur bin Qais, yang merupakan salah satu orang yang dekat dengan Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu.”
Al-Hur bin Qais adalah seseorang yang didekatkan oleh Umar dan duduk di sisinya. Mereka adalah orang-orang yang memiliki pemahaman mendalam tentang Al-Qur’an.
Di dalam kitab ini disebutkan:
وَكَانَ أَصْحَابُ مَجَالِسِ عُمَرَ وَمُشَاوَرَتِهِ أَهْلَ الْقُرْآنِ شُيُوخًا كَانُوا أَوْ شُبَّانًا
“Orang-orang yang diundang ke majelis Umar dan dimintai pendapatnya adalah para ahli Al-Qur’an, baik dari kalangan tua maupun muda.”
Jadi, para sahabat yang dekat dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu adalah orang-orang yang paham Al-Qur’an, bukan orang-orang yang bodoh terhadap syariat. Kemudian, Uyainah bin Hisn berkata kepada keponakannya Al-Hur bin Qais:
“Wahai anak saudaraku, apakah engkau memiliki kedudukan di sisi Amirul Mukminin? Mintakanlah izin kepadanya agar aku bisa menemuinya.” Al-Hur bin Qais pun menjawab: “Baik, saya akan mintakan izin kepada beliau untuk Anda.”
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma melanjutkan: “Maka, Al-Hur bin Qais pun memintakan izin kepada Umar, dan Umar pun mengizinkannya.”
Ketika Uyainah bin Hisn masuk menemui Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata dengan kasar: “Wahai anak Khattab! Demi Allah, engkau tidak memberikan kami banyak, dan engkau tidak menghukum di antara kami dengan adil!”
Subhanallah! Lihat bagaimana kasarnya perkataan Uyainah bin Hisn. Ia sudah diberikan izin masuk menemui pemimpin kaum Muslimin, namun tidak ada basa-basi dalam ucapannya. Ia bahkan tidak memanggil Umar dengan gelar yang mulia, seperti Amirul Mukminin. Mendengar perkataan yang kasar dan tidak sopan ini, Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu pun marah dan hampir menghukum Uyainah.
Namun, Al-Hur bin Qais, keponakan Uyainah, yang santun dan berilmu, segera berkata kepada Umar bin Khattab: “Wahai Amirul Mukminin!”
Lihat bagaimana kesopanan seseorang yang berpendidikan. Ia memanggil Umar dengan gelar yang mulia, menunjukkan adab dalam berbicara dengan pemimpin. Kemudian Al-Hur bin Qais mengingatkan Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
”Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf[7]: 199)
Setelah mendengar ayat ini, Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu segera menghentikan amarahnya. Ia adalah pemimpin yang senantiasa tunduk kepada wahyu dan taat terhadap kitab Allah. Bayangkan, seorang pemimpin besar dunia, pemimpin nomor satu kaum Muslimin, mendapatkan perkataan yang kasar dan tidak sopan. Jika itu terjadi pada kita, mungkin kita akan langsung menghukum orang tersebut atau minimal memenjarakannya.
Namun Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu tidak demikian! Ia marah secara manusiawi, tetapi ketika mendengar ayat Allah, ia langsung tenang dan memaafkan.
Subhanallah! Inilah teladan luar biasa dalam menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain.
Suatu hari, Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu sedang duduk di pasar Yaman untuk menjual makanan. Meskipun ia adalah sahabat besar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ia tetap mencari nafkah dengan berdagang.
Setelah beberapa waktu, makanannya pun laku terjual. Kemudian, ia mencari dirham (uang peraknya) yang disimpannya di imamah (sorban) miliknya. Namun, ia tidak menemukannya! Ia berkata:
“Saya duduk, dan dirham-dirhamku ada di sakuku. Namun, tiba-tiba, ketika saya periksa, dirham-dirham itu telah hilang!”
Ketika orang-orang tahu bahwa Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu kehilangan uangnya, mereka pun marah dan mendoakan keburukan bagi pencuri tersebut. Mereka berkata: “Ya Allah, potonglah tangan pencuri itu!”
Subhanallah! Manusia memang sering bereaksi dengan emosi. Namun, lihat bagaimana Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu menanggapi kejadian ini. Ia tidak ikut-ikutan marah, tetapi justru mendoakan pencuri tersebut dengan doa yang luar biasa indah:
“Ya Allah, jika dia mencurinya karena kebutuhan, maka berkahilah dia dengan uang tersebut.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Simak dan download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download MP3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54974-teladan-salaf-dalam-memaafkan/